Thursday, October 16, 2008

Kalau Langit Masih Kurang Tinggi (Analisa Sederhana Krisis Keuangan Amerika)


Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya "menceritakan" secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba:
Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranyabagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya.Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan.
 
Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naikdan labanya harus terus meningkat.Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka.
 
Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung.
Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak.
 
Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEOtersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya.
Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi?
 
Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri emang juga menginginkannya. Mengapa?
Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO.
Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEOperusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres?
Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar!Istilah populernya hostile take over.
 
Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan.Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintahhappy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana.Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi.Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja keAS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun!Sudah lebih dari 60 tahun cara "membesarkan" perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia.Tapi, itu belum cukup. Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized!
Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.

 
Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yangkian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya.
Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah?Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar?Ada jalan baru.
 
Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980,pemerintah bikin keputusan yang disebut "Deregulasi Kontrol Moneter". Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkanmenggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian.Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata.
 
Begini ceritanya:Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR,meski tidak sama).Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage.
 
Dengan keluarnya "jalan baru" pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait.Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi "jalan baru" yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni, tahun 1986.
 
Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalaumau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin.Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastis menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsungmenjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun.
 
Kata "mortgage" berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkankepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas.
 
Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumahitu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut.
 
Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers?Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh "para pelaku bisnis keuangan" sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba. Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank.
 
Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage- kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkannkredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah.
 
Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras.Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan. Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan "bank jenis lain" yang disebut investment banking.Apakah investment banking itu bank?Bukan. Ia perusahaan keuangan yang "hanya mirip" bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam "deposito" dari para pemilik uang, meminjamkanuang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu.
 
Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah "personal banking".
 
Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidaksanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu.Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidakmenawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow.Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage.
 
Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahunorang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun.Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematanpengeluaran.
 
Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisadijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya.Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orangyang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar.
 
Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar.Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar,memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliarlagi?Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dannegara Indonesia dijadikan satu.Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang "menabung"-kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu.
 
Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok.Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secarabesar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.

Friday, October 3, 2008

Belajar Usaha Yang Pertama: Kisah Sukses TKI; Fotokopi Adalah Usaha Kami Yang Pertama

Tak kenal maka tak sayang, seperti itulah mungkin ungkapan yang sering kita dengar apabila kita ingin mendekati seseorang yang kita senangi. Demikian juga dalam berbisnis, kalau kita tidak mendekatinya dan mencobanya maka tak akan pernah ada rasa cinta dan sayang untuk berbisnis.
Saya sudah terdidik bertahun-tahun untuk menggunakan otak kiri yang lebih cenderung untuk segala real / nyata atau eksakta. Disaat ada orang yang memberikan masukan untuk buka usaha, tanpa ada kompromi langsung ditolak, karena yang ada dalam benak saya yaitu takut rugi, pertanyaan kapan modal akan kembali. Belum juga mencoba tapi sudah banyak hal-hal real yang menggerogoti benak saya.
Bisnis Fotokopi
Tapi tidak demikian dengan istri saya, dia sudah terdidik untuk mandiri, ketika kuliah di Bandung, bisa berjualan tanpa modal, tapi dia bisa mendapatkan untung lho... kok bisa? ya bisa, hanya dengan modal kepercayaan yang ditanamkan bertahun-tahun maka sipemilik modal mau memberikan modalnya dan dia mengambil keuntungan yang sudah disepakati. Contoh kecil yaitu berjualan makanan, pakaian, sepatu dll. Tiap hari saya diyakinkan istri untuk mencoba bisnis sekecil apapun. Saya sendiri kurang paham darimana harus memulainya karena otak kiri ini terus-menerus mempengaruhi semua pikiran-pikiran saya.

Yang menjadi kendala adalah karena saya sendiri selalu berada di luar kota dan takut bisnis yang akan digarap tidak akan lancar, karena kurangnya pengawasan. Lagi, istri saya meyakinkan bahwa dia yang akan tampil kedepan untuk menjadi pelaksana, pengawas dan manager.


Fotokopi dan ATK jadi Pilihan pertama
Rumah saya berdekatan dengan TK, SD, SMP dan Disnaker sedangkan kecamatan, kelurahan, Polsekta, Kodim dan Puskesmas sekitar 500 meter dari rumah. Setiap hari anak-anak SMP dan SD akan berkumpul atau melewati depan rumah. Para pembuat kartu kuning untuk melamar pekerjaan banyak yang melewati rumah ketika mereka mencari fotokopi center terdekat. Inilah aset yang perlu segera ditanggapi.


Pada saat liburan, saya sempatkan berdiskusi dengan istri dan saudara saya yang memiliki kios di Pasar Suci Bandung terutama mengenai aset yang ada depan mata saya. Diskusi tinggalah diskusi tapi tidak ada keputusan dan saya harus kembali ke luar kota.

Suatu hari disaat sibuknya pekerjaan, istri telepon dan menyampaikan kabar yang tidak disangka-sangka untuk segera membuka fotokopi center dan ATK. Saya kaget bagaimana bisa, dan siapa yang mengurus. Lagi istri saya meyakinkan kalau dia yang akan mengurus semuanya. Dia memberitahu saya juga karena temannya ada yang akan menjual mesin fotokopi dan ATK. Teman istri saya itu harus pindah kontrakan dan mengikuti suami, jadi tidak ada pilihan untuk menjual semua aset tokonya.


Akhirnya saya setuju dan uangpun saya kirim ke rekening istri untuk segera dilakukan akad jual beli. Tidak berapa lama, garasi rumah berubah menjadi fotokopi center dan toko ATK. Anak-anak SD, SMP, guru, Disnaker dan para pembuat kartu kuning merasa gembira karena tidak lagi harus jauh dan menghabiskan ongkos banyak untuk fotokopi 1 atau 2 lembar dokumen.


Setelah 6 bulan berjalan, istri mengajukan proposal untuk meng upgrade mesin karena kewalahan dengan mesin yang tua yang dibeli dari temannya itu. Customer butuh waktu dan kita butuh uang, sedangkan mesin yang lama tidak bisa memenuhi lagi tuntutan itu. Untuk menjawab masalah itu, maka dibelilah mesin Image Runner untuk menjawab tantangan dan tuntutan.


Akhirnya hasil usahapun meningkat dan uangpun mengalir kerekening yang khusus diperuntukan untuk usaha ini. Walaupun tidak besar tapi inilah langkah pertama saya dalam berbisnis, saya sekarang tahu bahwa menggunakan otak kanan dalam berbisnis sangatlah penting karena otak ini yang memacu untuk sukses.
Saya menyadari bahwa berbisnis secara langsung adalah guru terbaik untuk maju. Banyak teori yang disampaikan tapi berbeda dengan kenyataan. Oleh karenanya sekecil apapun bisnis itu, kita harus mencobanya, masalah untung atau rugi adalah seni dalam berbisnis yang harus disikapi dengan bijaksana.


3 Oktober 2008
Salam Bisnis.

TKI-Diaspora Indonesia di LN

Baca Artikel Lain:


Wednesday, October 1, 2008

Memulai Usaha dengan Modal Kecil

June 23, 2008
PERTANYAAN: Saya memiliki uang tabungan Rp 10 juta. Niatnya, saya ingin membuka usaha dengan uang tersebut. Jika diperlukan, saya mungkin bisa menambah hingga Rp 15 juta. Menurut Bapak, adakah usaha yang bisa saya jalankan sesuai dana yang ada tersebut? Saya meminta penjelasannya. Terima kasih. ( Ny Ine, Dibandung).
Jawaban
BILA ingin memiliki usaha, baik kecil maupun besar, kita harus memiliki suatu gagasan mengenai bisnis apa yang akan digarap. Dari mana gagasan usaha itu muncul? Gagasan bisnis akan lebih mudah kita dapat apabila kita peka dan peduli terhadap diri kita sendiri, keluarga, teman, dan lingkungan masyarakat sekitar (mulai setingkat RT hingga nasional, bahkan internasional).
Peduli kepada diri sendiri adalah bagaimana kita mengenali kemampuan, minat, bakat, dan lain sebagainya. Banyak wiraswastawan yang berhasil karena dia dapat memanfaatkan kemampuan/minat/bakat yang dimilikinya sendiri dikombinasikan dengan kejelian melihat peluang pasar.
Bagaimana seorang Purdi E. Chandra (pemilik Lembaga Pendidikan Primagama) memulai usaha? Beliau beranjak dari kemampuan diri sendiri, yakni mengajar dan dikombinasikan dengan kejelian melihat pasar atau peluang dengan banyaknya siswa SMA yang ingin lulus tes masuk ke perguruan tinggi negeri. Ia pun mendirikan bimbingan belajar. Apakah dengan kemampuan dan adanya potensi pasar, Purdi E. Chandra dapat menjaring banyak siswa pada awalnya? Ternyata tidak. Mengapa? Karena masyarakat atau pasar belum yakin dan belum melihat apakah ia benar dapat membimbing siswa sehingga dapat lolos tes ke perguruan tinggi negeri? Apa yang dilakukannya? Pada awalnya ia melakukan promosi dengan menggratiskan biaya kursus bagi siswa pada saat bisnis tersebut mulai dijalankan. Setelah terbukti dan masyarakat yakin, mulailah bimbingan belajar tersebut berkembang dengan pesat, bahkan ia sekarang memiliki banyak jenis usaha dari hasil bisnis bimbingan belajar tersebut.
Ada lagi contoh seorang pengusaha sampah di Bandung yang sukses dan berhasil mengembangkan usaha daur ulang sampah. Bahkan, kini beliau memiliki beberapa jenis usaha di antaranya menjadi pengembang perumahan. Dari mana ide bisnisnya berasal? Banyak sampah berserakan, dan ia melihat banyak jenis sampah yang dapat didaur ulang seperti plastik menjadi bijih plastik, dsb. Bayangkan, sampah dapat dikelola menjadi sebuah bisnis besar! Dari mana ide bisnisnya? Dari melihat lingkungan sekitar!
Bila saat ini kita tidak memiliki gagasan, kurang mampu mengamati lingkungan sekitar, cobalah untuk mencari teman atau kenalan baru sebanyak-banyaknya. Salah satu caranya, bacalah Pikiran Rakyat. Amati iklan-iklannya, terutama iklan mininya setiap hari. Banyak yang menawarkan peluang usaha atau produk-produk yang dijual yang sesungguhnya kita memiliki peluang untuk ikut memasarkan produk tersebut. Bila kita jeli, mungkin dapat membuat produk serupa dengan kemampuan yang kita miliki dengan harga dan kualitas lebih baik. Hubungi orang tersebut, mintalah penjelasan selengkap-lengkapnya agar kita dapat memasarkan produk tersebut. Namun hati-hati! Karena banyak praktik money game atau bahkan penipuan. Kunci untuk menghindari penipuan adalah jangan ikut ke dalam bisnis yang mengharuskan kita menyetorkan uang terlebih dahulu, sebelum kita mencoba atau mendapatkan manfaatnya. Cobalah untuk meminta ikut memasarkan produk tersebut terlebih dahulu secara freelance, kemudian setelah yakin kita mampu menjual, bolehlah membeli produk tersebut untuk persediaan.
Jadi kunci memulai usaha adalah gagasan bisnis!
Mewujudkan gagasan bisnis Setelah mendapatkan gagasan bisnis dan sebelum memulai bisnis, lakukan langkah sebagai berikut:
1. Lakukan pengamatan dan pendalaman mengenai seluk-beluk bisnis tersebut. Sebelum mewujudkan gagasan bisnis, pelajari seluk-beluk bisnis tersebut, baik atau tidak? Bagaimana proses produksinya secara efisien? Dari mana kita membeli bahan bakunya? Siapa calon konsumen atau karakteristik pelanggan? Di mana kita akan memasarkan dan menjualnya? Bagaimana pola pemasaran dan penjualannya? Cara terbaik adalah mengamati pengusaha sukses yang bergerak di bidang yang sama. Bila bisnis kita benar-benar baru, paling tidak pelajari bagaimana para pengusaha yang sukses menjalankan bisnis mereka. Terakhir, kenali juga risikonya. Siapkah mental kita dengan risiko tersebut? Salah satu ciri calon pengusaha sukses adalah berani mengambil risiko sepanjang risiko itu sudah diperhitungkan. Berani mengambil risiko yang diperhitungkan merupakan kunci awal dalam dunia usaha.
2. Tes pasar. Lakukan uji coba dengan cara tes pasar. Manfaat uji coba pasar adalah untuk mendapatkan umpan balik terhadap calon konsumen mengenai produk yang kita tawarkan. Misalnya kita membuat kue, sebelum dijual cobalah berikan secara gratis kepada tetangga dan lingkungan sekitar. Tentunya dalam jumlah yang terbatas yang sesuai dengan kemampuan kita. Mintalah pendapat dari tetangga atau lingkungan sekitar mengenai produk yang kita buat tersebut, enakkah, kurang manis atau bentuknya kurang menarik? Jadikan kritikan dan saran sebagai masukan berharga untuk melakukan perbaikan sedikit demi sedikit, sehingga produk kita benar-benar siap diluncurkan dengan skala yang lebih besar.
3. Susunlah rencana usaha. Perencanaan ini bisa mencakup antara lain penetapan nama produk, packaging produk, proses produksi, jalur distribusi yang dipilih, modal tambahan yang diperlukan, orang-orang yang akan diajak bekerja sama, baik sebagai penanam modal, pegawai, ataupun penyalur produk. Juga pikirkan strategi pemasaran yang akan dijalankan misalnya dengan selebaran, brosur, katalog, melalui website, mailling list, atau iklan di media, organisasi sosial, dsb. Umumnya, dalam usaha kecil, lokasi usaha atau tempat pemasaran/outlet yang strategis menjadi salah satu kunci sukses usaha. Perlu kejelian dan keberanian tersendiri bagaimana mendapatkan tempat pemasaran yang strategis dengan modal terbatas. Cara paling mudah adalah bekerja sama dengan pemilik tempat melalui sistem bagi hasil atau bagi keuntungan.
Mulailah saat ini. Sebuah gagasan bisnis akan tetap menjadi sebuah gagasan jika tidak ada tindakan untuk mewujudkannya. Dengan memulainya, kita bisa mendapatkan pengalaman dan pelajaran berharga yang bisa digunakan memperbaiki usaha secara sistematis. Jika mental telah siap, mulailah dari saat ini walau mungkin kita masih memiliki beberapa keterbatasan dan kendala yang ada.
Hadapi dan atasi hambatan atau kegagalan. Berdasarkan pengalaman, mungkin tidak ada seorang pun wiraswasta yang berhasil tidak mengalami hambatan atau bahkan kegagalan dalam perjalanan bisnis mereka. Sebaiknya kita memiliki sikap positif, apa yang terjadi adalah yang terbaik buat kita. Mengapa? Karena, itu adalah janji Tuhan. Hambatan dan kegagalan merupakan sebuah pelajaran yang harus kita ambil hikmahnya. Tanpa kita sadari itu akan menguatkan dan mempertajam intuisi dan kemampuan kita dalam berwirausaha. Setiap usaha selalu akan mempunyai risiko dan bila itu sampai terjadi, bersiaplah, dan hadapilah dengan kepala dingin.
Jenis usahaJenis usaha yang cocok bagi pemodal kecil atau bahkan tanpa modal adalah:
1. Memasarkan produk atau jasa orang lain. Sebaiknya produk atau jasa yang banyak dibutuhkan orang atau produk spesifik yang langka namun sesungguhnya terdapat pasar yang cukup luas.
2. Bisnis makanan dan minuman seperti kue, roti, es juice, bakso, mi ayam, dan lain sebagainya bisa dicoba.
3. Bisnis kerajinan seperti barang suvenir, pernik-pernik kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain
4. Jasa seperti potong rambut, usaha jahit, obras, konsultan, pengurusan surat-surat.
Jangan berkecil hati jika memulai bisnis dengan modal kecil atau bahkan tanpa modal. Selalu ada jalan lain menuju Roma, begitu kata sebuah pepatah. Sepanjang kita mau berusaha, dengan izin Tuhan, yakinlah bahwa usaha kita akan menjadi kenyataan.
Written by Lutfi Akhmad · Filed Under Konsultasi Bisnis